JAKARTA, KOMPAS.com – Pada 2022 mendatang masa berlaku Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Papua akan habis. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun melakukan rapat kerja dengan Kementerian Keuangan untuk membahas rencana status otonomi khusus Papua pasca-tahun 2022.
Di dalam rapat tersebut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan sejak dikeluarkan UU Nomor 20 Tahun 2001, pemerintah telah mengucurkan dana otonomi khusus (otsus) hingga Rp 126,9 triliun. Namun demikian, Suahasil mengatakan penggunaan dana otsus dalam 18 tahun terakhir belum maksimal. Indikator kesejahteraan di Papua pun belum menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan dalam 18 tahun terakhir. “Pendanaan otsus saat ini belum mencapai yang diharapkan. Yaitu mengejar ketertinggalan dari daerah lain, dan itu perlu didesain kembali agar pelaksanaan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan bisa dilakukan,” ujar Suahasil di Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Secara lebih rinci Suahasil mengatakan total dana otsus yang diterima Provinsi Papua sejak 2002 sebesar Rp 93,05 triliun dan Papua Barat menerima dana otsus sejak 2009 sebesar Rp 33,94 triliun. Suahasil pun merinci, beberapa indikator kesejahteraan yang belum menunjukkan peningkatan bisa dilihat dari alokasi penggunaan dana otsus untuk bidang kesejahteraan dan pendidikan belum sesuai dengan kewajiban yang ditentukan pemerintah.
Untuk sektor kesehatan, Provinsi
Papua hanya mengalokasikan 25,4 persen dari ketentuan yang sebesar 30 persen.
Sementara Papua Barat sebesar 25,1 persen dari ketentuan yang sebesar 20 persen
hingga 30 persen. Adapun untuk pendidikan, Provinsi Ppapua mengalokasikan dana
otsus sebesar 18,7 persen meski di atas ketentuan peraturan daerah khusus
sebesar 15 persen. Untuk Papua Barat, sektor kesehatan sebesar 13,4 persen
meski sudah di atas ketentuan sebesar 10 hingga 15 persen.
Dia pun mengatakan, dengan alokasi anggaran
tersebut, indikator pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di wilayah Papua
lebih buruk jika dibandingkan dengan daerah lain yang tidak menerima dana
otsus. “Hanya Indikator stunting dan akses air bersih di Papua, serta
akses sanitasi layak di Papua Barat yang mengalami perbaikan lebih tinggi
dibandingkan rata-rata kabupaten kota dengan karakteristik serupa,” tambah
dia.