Kabupaten Asmat

Kabupaten Asmat didirikan pada tahun 2002 dengan berdasarkan pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Asmat, dengan beribukota di Distrik Agats. Letak geografis Kabupaten Asmat pada 4-7 Lintang Selatan (LS) dan 137-141 Bujur Timur (BT)

Secara keseluruhan Kabupaten Asmat terbagi menjadi beberapa wilayah yang meliputi 23 distrik. Kabupaten Asmat dalam hal budaya sudah lama dikenal dunia. Keterampilan mereka dalam membuat ukiran dan berbagai kebudayaan lain yang unik dalam kesenian yang telah menjadikan suku asmat begitu dikenal.

Wilayah Asmat berbatasan langsung dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Yahukimo di sebelah Utara, Kabupaten Mappi dan Laut Arafuru di sebelah Selatan, Kabupaten Mimika dan Laut Arafuru di sebelah Barat, serta Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Mappi di sebelah Timur.

Kabupaten yang luasnya 31.983,43 km2 ini memiliki karakteristik wilayah yang unik. Kaki Pegunungan Jayawijaya tampak membentengi sebagian daerah yang dahulu termasuk wilayah kabupaten Merauke ini. Di sisi lain, Laut Arafuru terbentang sepanjang garis pantai Asmat. Semua wilayah tersebut dipayungi oleh hijaunya hutan rimba tropis.

Keunikan yang lainnya adalah wilayah Kota Agats yang berdiri di atas tanah gambut. Kota Agats tidak memiliki jalan raya dan jalan dibangun di atas papan selebar trotoar. Untuk menjangkau distrik lain, masyarakat biasanya menggunakan canoe atau speed boat dengan biaya sewa yang cukup mahal. Masyarakat Asmat hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari.

Karena wilayahnya yang berbatasan dengan Laut Arafuru dan dikelilingi kaki pegunungan Jayawijaya, membuat Kabupaten Asmat hanya bisa dijangkau oleh transportasi air dan udara saja. Jalur tercepat mencapai Asmat adalah dengan menggunakan pesawat. Akan tetapi penerbangan ke Asmat sangat bergantung pada kondisi cuaca.

Penerbangan ke Asmat (Bandara Ewer) dapat ditempuh dari Merauke atau Timika dengan pesawat Twin Otter Merpati. Sesampainya di Bandara Ewer, perjalanan dilanjutkan melalui laut menggunakan speed boat sekitar 20 menit ke Agats. Jalur alternatif lainnya dengan menggunakan speed boat selama empat jam (dari Timika), atau dengan kapal selama 36 jam (dari Merauke). Jalur alternatif inilah yang sering dipakai oleh tim auditor BPK yang melakukan pemeriksaan di Kabupaten Asmat karena ketidakpastian jalur udara

Seni pahatan Asmat yang sudah dikenal dunia dan ukir-ukiran kayunya yang khas telah mengangkat nama Asmat. Masyarakat Asmat secara turun temurun memang menekuni seni yang dulunya digunakan sebagai pelengkap upacara saja.

Berbeda dengan penduduk Papua pedalaman yang makanan utamanya umbi umbian, makanan pokok orang asmat adalah sagu. Sagu memang banyak tersebar di hutan di daerah ini. Ketergantungan suku asmat pada hutan terlihat dari kehidupan sehari-harinya yang memang menggunakan bahan-bahan dari hutan, seperti sagu, kayu besi untuk bahan bangunan, perahu, dan media memahat. Sebenarnya, hutan tidak sekedar menghasilkan kayu semata tetapi juga menghasilkan hasil hutan non kayu seperti gaharu, kemiri, damar dan rotan.

Sektor lain yang cukup berpotensi, yakni perikanan. Dari 23 distrik di Kabupaten Asmat pada masa sebelum pemekaran, hanya tujuh distrik yang berbatasan langsung dengan Laut Arafuru. Selanjutnya, setelah pemekaran, lima distrik di tepi Laut Arafuru menjadi wilayah Kabupaten Asmat. Ini merupakan peluang emas untuk mengembangkan sektor perikanan. Produksi perikanan yang dihasilkan seperti ikan kakap, cucut, kepiting, udang, teripang, dan cumi-cumi. Potensinya cukup melimpah mengingat Laut Arafuru merupakan salah satu wilayah penangkapan ikan di Indonesia. Dari banyak jenis ikan tersebut diperkirakan hasilnya mencapai 86.438 ton, dan senilai Rp. 264,09 miliar.

Jumlah ini bisa dihasilkan karena merupakan effect positif dari banyaknya keluarga nelayan pada Kabupaten Asmat. Sebanyak 5.284 keluarga disana adalah nelayan penuh. Selain itu dukungan 2.034 perahu tanpa mesin dan 37 unit perahu temple, serta 5 unit perahu motor dengan mesin semakin menambah jumlah hasil petani ikan dan nelayan tersebut

Dalam pelaksanaan pemeriksaan audit di Kabupaten Asmat, Auditor BPK mengalami beberapa hambatan dalam melaksanakan tugas. Hambatan-hambatan tersebut meliputi : Kondisi alam yang ektrim dan beragam, listrik yang hanya menyala normal 6 jam setiap hari (mulai pukul 18.00 sampai 24.00), transportasi yang sulit, komunikasi selluler yang tidak baik, tidak ada mesin fax di Kantor Kabupaten, serta sumber air bersih hanya dari tadah hujan