Kejar Target, Penyampaian SPPT Dipercepat

Kejar Target, Penyampaian SPPT Dipercepat

MERAUKE,ARAFURA, Kepala Bapenda Kabupaten Merauke, Yakobus Duwiri mengemukakan bahwa target PBB untuk tahun 2019 ini adalah 4 milyar  dan untuk mencapai target tersebut salah satu upaya yang dilakukan, khususnya untuk PBBP2[i] adalah dengan mempercepat penyerahan SPPT[ii] PBB tahun 2019. Jadi setelah distrik, kelurahan dan kampung menerima SPPT diharapkan langsung didistribusikan kepada para wajib pajak sehingga masyarakat dapat langsung melakukan pembayaran di tempat-tempat yang sudah ditentukan.

“Untuk tunggakan 3 tahun sebelumnya memang masih cukup besar yaitu sekitar 7 milyar lebih oleh sebab itu kita upayakan langkah-langkah agar dapat mengurangi tunggakan tersebut,”ujarnya kepada wartawan di Megaria Hotel Selasa lalu. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan gencar melakukan penagihan langsung. Jadi pemerintah jemput bola dengan  turun langsung ke lapangan namun semua tetap harus sesuai dengan aturan dan mekanisme.

Menurut Yakobus, sebenarnya para wajib pajak mau membayar hanya saja terkendala kesibukan yang begitu padat sehingga tidak sempat membayar. Kondisi seperti ini harus segera diatasi dan solusinya adalah dengan cara menjemput bola. Lebih lanjut ia mengungkapkan, keterlambatan penyampaian SPPT PPBP2 tahun 2019 ini karena ada pemecahan kelurahan yaitu Kelapa Lima, Kamundu, Rimba Jaya dan Muli.  Untuk itu jika warga belum mendapatkan SPPT tahun ini maka bisa menggunakan SPPT tahun lalu untuk dibawa ke tempat pembayaran.

Sumber:

pacificpos.com, Kejar Target, Penyampaian SPPT Dipercepat, 25 April 2019.

Catatan:

Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) menyatakan bahwa Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan  Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Selanjutnya pada Pasal 77 ayat (2) UU PDRD diatur bahwa yang termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:

  1. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;
  2. jalan tol;
  3. kolam renang;
  4. pagar mewah;
  5. tempat olahraga;
  6. galangan kapal, dermaga;
  7. taman mewah;
  8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan;
  9. Menara

Sedangkan Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan  dan Perkotaan berdasarkan Pasal 77 ayat (3) UU PDRD adalah objek pajak yang:

  1. digunakan oleh     Pemerintah  Pusat  dan Daerah  untuk penyelenggaraan pemerintahan;
  2. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional;
  3. digunakan untuk  kuburan,  peninggalan  purbakala,  atau yang sejenis dengan itu;
  4. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam,  hutan wisata, taman nasional, tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
  5. digunakan oleh perwakilan     diplomatik     dan  konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan
  6. digunakan oleh badan, atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU PDRD, Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu  hak  atas  Bumi  dan/atau  memperoleh  manfaat  atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

Kemudian pada Pasal 78 ayat (2) UU PDRD dinyatakan bahwa Wajib  Pajak  Bumi  dan  Bangunan Perdesaan dan  Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu  hak  atas  Bumi  dan/atau  memperoleh  manfaat  atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

Pasal 79 UU PDRD mengatur bahwa dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP yang besarannya ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun oleh Kepala Daerah, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.


[i] Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 1 angka 37 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

[ii] Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak (Pasal 1 angka 54 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

http://pacificpos.com/