Dalam rangka memenuhi kewajiban yang diamanatkan oleh UUD 1945, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya khususnya paket Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang antara lain menyatakan bahwa BPK RI mempunyai kewajiban menyerahkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Pada siang hari ini BPK RI menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran (TA) 2010 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua dalam Paripurna Istimewa DPRP.
Selain diserahkan kepada DPRP, laporan hasil pemeriksaan juga diserahkan kepada Gubernur Papua sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pasal 16 ayat (1) menyatakan; Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah memuat opini. Opini yang diberikan tersebut merupakan Pernyataan Profesional Pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam LKPD, berdasarkan kriteria sebagai berikut :
– Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah;
– Kecukupan pengungkapan;
– Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan;
– Efektifitas Sistem Pengendalian Intern.
Berdasarkan hasil pemeriksaan berdasar kriteria tersebut, atas LKPD Provinsi Papua Tahun Anggaran 2010 BPK RI ditemukan bahwa:
1. Penyajian persediaan sebesar Rp43.111.353.680,00, diantaranya obat-obatan, alat kesehatan, oksigen sebesar Rp2.732.622.435,00 tidak dapat ditelusuri keberadaannya.
2. Penyajian aset tetap sebesar Rp12.181.919.576.361,00, diantaranya kapitalisasi aset tetap tahun 2010 sebesar Rp1.732.766.147.242,00. Dari catatan yang diperoleh BPK kapitalisasi aset tetap tahun 2010 sebesar Rp1.648.363.207.991,00. Pemerintah Provinsi Papua tidak dapat menyediakan data secara lengkap mengenai kapitalisasi aset tetap sebesar Rp84.402.939.251,00.
3. Penyajian belanja sebesar Rp5.650.474.891.742,14, diantaranya belanja barang pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga; Sekretariat Daerah; Dinas Perkebunan dan Peternakan; dan Sekretaris Dewan sebesar Rp5.806.116.000,00 tidak didukung dengan bukti yang lengkap.
4. Penyajian piutang pajak Tahun 2010 sebesar Rp218.028.104,00 dan piutang retribusi sebesar Rp3.728.900,00 tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
5. Dana klaim Jamkesmas minimal sebesar Rp4.740.115.336,50 belum mengacu pada pengelolaan keuangan daerah.
6. Saldo utang perhitungan fihak ketiga (PFK) tidak dapat diyakini kewajarannya.
7. Dan beberapa pengadaan barang dan jasa dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas BPK tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan, lingkup pemeriksaan BPK tidak cukup, sehingga BPK tidak menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Papua Tahun 2010.
Untuk memudahkan pemahaman dan pengkajian LHP tersebut, BPK RI telah mengemas LHP atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua TA 2010 dalam 3 (tiga) buku yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yaitu:
– Buku pertama adalah laporan hasil pemeriksaan yang memuat opini;
– Buku kedua memuat laporan hasil pemeriksaan terhadap Sistem Pengendalian Intern dalam kerangka pemeriksaan LKPD;
– Buku ketiga memuat hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan LKPD.
BPK mengharapkan agar LKPD mendapat opini terbaik yaitu WTP, sehingga dapat menjadi sumber informasi yang sangat strategis dalam pengambilan keputusan oleh para pengguna laporan keuangan, termasuk DPRP. Dalam paragraf 17 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa; “ besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada jumlah temuan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektifitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa”. Untuk itu, BPK RI berharap agar Pemerintah Provinsi Papua dapat menyusun “Rencana Aksi” yang mencakup keseluruhan strategi dan tindakan implementasi dengan pengalokasian sumber daya secara proporsional dan optimal serta mempersiapkan faktor penunjang yang diperlukan, dengan tujuan agar LKPD Tahun 2011 dan tahun berikutnya dapat memperoleh Opini WTP sesuai yang diharapkan oleh seluruh stakeholders, terutama masyarakat. Langkah – langkah prioritas yang harus tercakup dalam Rencana Aksi tersebut, antara lain adalah:
– Membangun Sistem Pengendalian Intern yang baik di masing-masing SKPD dan meningkatkan jumlah dan kualitas SDM yang memiliki latar belakang pendidikan dan Pelatihan di bidang keuangan bagi petugas yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah;
– Meningkatkan peran dan fungsi Inspektorat dengan cara menempatkan tenaga yang profesional, dan penugasannya lebih diprioritaskan pada pemantauan pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan;
– Menjabarkan lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ke dalam bentuk Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah untuk menjadi pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Untuk mewujudkan rencana aksi tersebut, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi, tetapi perlu dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Untuk itu BPK RI juga mengharapkan kepada DPRP dapat menindaklanjuti LHP BPK RI ini dengan melakukan pembahasan sesuai ketentuan undang-undang.
Agar pembahasan lebih fokus, DPRP dapat membentuk alat kelengkapan seperti halnya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) di DPR RI atau Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) di DPD RI.
Untuk mengefektifkan kerja sama antara Perwakilan BPK RI Provinsi Papua dengan DPRP, maka dengan mengacu kepada pasal 20 dan 21 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan Nota Kesepakatan antara BPK RI dan DPRP yang ditandatangani pada bulan April 2011 yang lalu, pihak DPRP dapat melakukan konsultasi dengan BPK RI Perwakilan Provinsi Papua untuk meminta penjelasan terhadap permasalahan yang belum jelas.
Bagi Pemerintah Provinsi Papua waktu yang tersedia untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK RI sesuai ketentuan perundang-undangan adalah selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
Apabila Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP secara sunguh-sungguh menindaklanjuti LHP BPK RI, maka laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Papua akan menjadi lebih baik.